Beberapa kali aku menjadi fasilitator/pendamping retret di
retret anak SMA/SMP, dan aku mempelajari banyak. Aku perlu menulis ini, agar
suatu saat aku tau bagaimana aku harus mendidik anakku..
Pertama tama, tentunya aku mau mencari suami yang terbaik,
yang mempunyai karakter yang baik, dan dasar iman yang teguh, agar bila terjadi
badai yang paling besar sekalipun, ia masih menunjukkan hal-hal baik yang
dimilikinya, bisa melaluinya dengan baik. Aku belajar supaya ga mekso cowok yang aku suka, tapi apa yang
Tuhan pilih untukku.
Aku memiliki 3 sampel yang mungkin bisa dijadikan
perbandingan. Aku tidak akan sebut merk sekolahnya. Sampel pertama adalah
sekolah dari anak-anak kelas ekonomi ke bawah, yang beberapa anaknya dibiayai
lewat progam orang tua asuh. Yang sekolahnya mendapat bantuan dana dari
yayasan. Sampel kedua adalah sekolah anak-anak dari kalangan ekonomi
bermacam-macam, tapi sekolah ini memuat khusus anak-anak pintar, yang sebagian
besar kuliahnya akan berlanjut ke kedokteran di SMA/universitas terbaik. Sampel
ketiga adalah anak-anak dari kalangan ekonomi kelas menengah atas, yang orang
tuanya memiliki dana untuk membiayai bermacam keperluan anaknya.
Dari sampel pertama aku mendapatkan bahwa mereka begitu
senang ketika ada yang memperhatikan mereka. mereka akan memanjakan diri,
mencoba menarik perhatian kami. Mereka tidak malu mengungkapkan apa yang mereka
rasakan. Karakter mereka seperti ngikut,
manut wae. Keluarga mereka juga bukan
berarti keluarga yang ‘punya banyak waktu untuk anaknya’. Bukan berarti
kalangan ekonomi bawah, yang pikir orang mempunyai lebih banyak waktu untuk
memperhatikan anaknya, melakukan tugas memberi perhatian extra kepada anaknya.
Menurutku justru keluarga yang berantakan kadang bisa menyebabkan ekonomi
mereka jatuh. Kesalahan yang dilakukan dari sikap yang salah, seperti
selingkuh, suka mabuk, sering memukul istri dan anak, pertengkaran terus
menerus, tetap terjadi diantara mereka. Benar klo ada ungkapan ‘kamu Bahagia
dulu, kesuksesan akan mengikutinya’. Begitu juga berlaku sebaliknya.
Berbeda dengan sampel ketiga. Mereka bersikap nampak lebih
dewasa (tidak manja/mencoba menarik perhatian), lebih cuek (bahkan pertama kali
kami datang, kami kurang di respect).
Mereka hanya fokus pada diri mereka, apa yang menurut mereka nyaman mereka mau
lakukan, tetapi seringkali mengeluh ketika ketidaknyamanan itu datang. Seperti
saat outbond kotor-kotoran, yang menyebabkan alergi, kulit sensitive, dsb. Beberapa
yang tidak mengungkapkan, menunjukannya lewat sikap mereka yang acuh tak acuh. Seperti
saat sesi yang membosankan, mereka akan tidur, ngobrol dan malas-malasan.
Mereka tidak asal ngikut, tapi mereka
berbuat apapun yang mereka ingini. Kadang sikap ini benar(tidak mudah
terpengaruh orang lain, melakukan yang mereka anggap benar), tapi untuk yang
masih sekolah, mereka harus lebih banyak belajar. Bukan hanya yang mereka
ingini saja, tetapi banyak hal yang tidak enak akan membantu membentuk mereka. Beberapa
dari mereka menganggap kehidupan mereka baik-baik saja, flat. Tetapi beberapa dari mereka, orang tua mereka juga terus
bertengkar, ada yang bercerai. Karena kebutuhan mereka tetap terpenuhi, mereka lebih
mengalihkannya dengan hal-hal yang merubah fokus mereka, seperti games, atau
kegiatan lain. Dalam keluarga mereka rata-rata sudah memiliki pengenalan akan
Tuhan. Tapi sekedar menjalankan kewajiban, seperti ke Gereja/berdoa saat butuh.
Untuk sampel kedua mereka adalah yang mempunyai attitude baik. Mereka mau mendengarkan
orang yang berbicara didepan. Meskipun tidak menarik, mereka masih berusaha
untuk membuka mata dan mendengarkan. Bahkan mereka mempunyai inisiatif untuk
berdoa Rosario setelah sesi untuk berdoa
menghadapi UNAS. Mereka kebanyakan tidak banyak yang pacaran. Gurunya bahkan
bilang klo mereka seringkali terlalu fokus belajar. Ketakutan mereka adalah
nilai yang jelek, dsb. Beberapa keluarga mereka tidak sepenuhnya baik, tetapi
mereka sebagian bisa menerima hal itu, karena mereka hanya berfokus melakukan
apa yang mereka harus lakukan. Meski saat retret beberapa hal tersebut harus
diangkat dan disembuhkan. Mereka lebih mudah untuk diarahkan, karena dalam
dirinya ada tanggung jawab untuk menjadikan diri mereka lebih baik. Untuk
hal-hal baru seperti outbond yang extreme mereka justru menyukainya, karena
mereka suka pada hal-hal baru yang membuat mereka tidak nampak berbeda, yaitu
‘kenakalan remaja’. Orang tua dari anak-anak ini adalah mereka yang mempunyai
waktu untuk memperhatikan anak-anaknya. Mempunyai waktu untuk mengecek jadwal
belajar mereka. dan menanamkan nilai-nilai mulai dari mereka masih kecil.
Meskipun dalam beberapa waktu mereka tidak bisa mengatasinya dan masih
membuahkan luka, aku yakin anak-anak itu akan jadi ‘seseorang’ saat mereka
dewasa nanti. Meski nampaknya mereka berbeda dengan anak SMP/SMA pada umumnya,
meski nampaknya ada yang salah bila masa muda tidak melakukan banyak kesalahan,
meski TV dan lingkungan mengatakan hal tersebut adalah hal yang salah, aku
yakin ungkapan ini berlaku untuk mereka : “membenarkan yang biasa atau
membiasakan yang benar”.
Tentu saja karakter ini berdasarkan kesimpulanku dan ada
kemungkinan kurang valid karena aku hanya mengenal mereka beberapa hari saja
lewat beberapa kali sharing, pengamatan dalam menemani mereka selama di retret.
Mereka masih dalam proses dibentuk, masih banyak karakter lingkungan lain yang
akan mempengaruhi masa depannya kelak.