Rabu, 22 Oktober 2014

Perbandingan 3 sekolah

Beberapa kali aku menjadi fasilitator/pendamping retret di retret anak SMA/SMP, dan aku mempelajari banyak. Aku perlu menulis ini, agar suatu saat aku tau bagaimana aku harus mendidik anakku..
Pertama tama, tentunya aku mau mencari suami yang terbaik, yang mempunyai karakter yang baik, dan dasar iman yang teguh, agar bila terjadi badai yang paling besar sekalipun, ia masih menunjukkan hal-hal baik yang dimilikinya, bisa melaluinya dengan baik. Aku belajar supaya ga mekso cowok yang aku suka, tapi apa yang Tuhan pilih untukku.
Aku memiliki 3 sampel yang mungkin bisa dijadikan perbandingan. Aku tidak akan sebut merk sekolahnya. Sampel pertama adalah sekolah dari anak-anak kelas ekonomi ke bawah, yang beberapa anaknya dibiayai lewat progam orang tua asuh. Yang sekolahnya mendapat bantuan dana dari yayasan. Sampel kedua adalah sekolah anak-anak dari kalangan ekonomi bermacam-macam, tapi sekolah ini memuat khusus anak-anak pintar, yang sebagian besar kuliahnya akan berlanjut ke kedokteran di SMA/universitas terbaik. Sampel ketiga adalah anak-anak dari kalangan ekonomi kelas menengah atas, yang orang tuanya memiliki dana untuk membiayai bermacam keperluan anaknya.
Dari sampel pertama aku mendapatkan bahwa mereka begitu senang ketika ada yang memperhatikan mereka. mereka akan memanjakan diri, mencoba menarik perhatian kami. Mereka tidak malu mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Karakter mereka seperti ngikut, manut wae. Keluarga mereka juga bukan berarti keluarga yang ‘punya banyak waktu untuk anaknya’. Bukan berarti kalangan ekonomi bawah, yang pikir orang mempunyai lebih banyak waktu untuk memperhatikan anaknya, melakukan tugas memberi perhatian extra kepada anaknya. Menurutku justru keluarga yang berantakan kadang bisa menyebabkan ekonomi mereka jatuh. Kesalahan yang dilakukan dari sikap yang salah, seperti selingkuh, suka mabuk, sering memukul istri dan anak, pertengkaran terus menerus, tetap terjadi diantara mereka. Benar klo ada ungkapan ‘kamu Bahagia dulu, kesuksesan akan mengikutinya’. Begitu juga berlaku sebaliknya.
Berbeda dengan sampel ketiga. Mereka bersikap nampak lebih dewasa (tidak manja/mencoba menarik perhatian), lebih cuek (bahkan pertama kali kami datang, kami kurang di respect). Mereka hanya fokus pada diri mereka, apa yang menurut mereka nyaman mereka mau lakukan, tetapi seringkali mengeluh ketika ketidaknyamanan itu datang. Seperti saat outbond kotor-kotoran, yang menyebabkan alergi, kulit sensitive, dsb. Beberapa yang tidak mengungkapkan, menunjukannya lewat sikap mereka yang acuh tak acuh. Seperti saat sesi yang membosankan, mereka akan tidur, ngobrol dan malas-malasan. Mereka tidak asal ngikut, tapi mereka berbuat apapun yang mereka ingini. Kadang sikap ini benar(tidak mudah terpengaruh orang lain, melakukan yang mereka anggap benar), tapi untuk yang masih sekolah, mereka harus lebih banyak belajar. Bukan hanya yang mereka ingini saja, tetapi banyak hal yang tidak enak akan membantu membentuk mereka. Beberapa dari mereka menganggap kehidupan mereka baik-baik saja, flat. Tetapi beberapa dari mereka, orang tua mereka juga terus bertengkar, ada yang bercerai. Karena kebutuhan mereka tetap terpenuhi, mereka lebih mengalihkannya dengan hal-hal yang merubah fokus mereka, seperti games, atau kegiatan lain. Dalam keluarga mereka rata-rata sudah memiliki pengenalan akan Tuhan. Tapi sekedar menjalankan kewajiban, seperti ke Gereja/berdoa saat butuh.
Untuk sampel kedua mereka adalah yang mempunyai attitude baik. Mereka mau mendengarkan orang yang berbicara didepan. Meskipun tidak menarik, mereka masih berusaha untuk membuka mata dan mendengarkan. Bahkan mereka mempunyai inisiatif untuk berdoa Rosario  setelah sesi untuk berdoa menghadapi UNAS. Mereka kebanyakan tidak banyak yang pacaran. Gurunya bahkan bilang klo mereka seringkali terlalu fokus belajar. Ketakutan mereka adalah nilai yang jelek, dsb. Beberapa keluarga mereka tidak sepenuhnya baik, tetapi mereka sebagian bisa menerima hal itu, karena mereka hanya berfokus melakukan apa yang mereka harus lakukan. Meski saat retret beberapa hal tersebut harus diangkat dan disembuhkan. Mereka lebih mudah untuk diarahkan, karena dalam dirinya ada tanggung jawab untuk menjadikan diri mereka lebih baik. Untuk hal-hal baru seperti outbond yang extreme mereka justru menyukainya, karena mereka suka pada hal-hal baru yang membuat mereka tidak nampak berbeda, yaitu ‘kenakalan remaja’. Orang tua dari anak-anak ini adalah mereka yang mempunyai waktu untuk memperhatikan anak-anaknya. Mempunyai waktu untuk mengecek jadwal belajar mereka. dan menanamkan nilai-nilai mulai dari mereka masih kecil. Meskipun dalam beberapa waktu mereka tidak bisa mengatasinya dan masih membuahkan luka, aku yakin anak-anak itu akan jadi ‘seseorang’ saat mereka dewasa nanti. Meski nampaknya mereka berbeda dengan anak SMP/SMA pada umumnya, meski nampaknya ada yang salah bila masa muda tidak melakukan banyak kesalahan, meski TV dan lingkungan mengatakan hal tersebut adalah hal yang salah, aku yakin ungkapan ini berlaku untuk mereka : “membenarkan yang biasa atau membiasakan yang benar”.

Tentu saja karakter ini berdasarkan kesimpulanku dan ada kemungkinan kurang valid karena aku hanya mengenal mereka beberapa hari saja lewat beberapa kali sharing, pengamatan dalam menemani mereka selama di retret. Mereka masih dalam proses dibentuk, masih banyak karakter lingkungan lain yang akan mempengaruhi masa depannya kelak.