Hari sudah sore, tapi aku masih berkumpul dengan teman –
temanku di kampus. Aku menikmati sepiring bakso lengkap dengan poya, dan sambel berjibun, kesukaanku.
Setelah berhari – hari berkutat dengan buku2 tebal, aku akhirnya bisa merasakan
ini. Kebebasan. Ujian sudah selesei. Sudah ku bayangkan liburan seminggu
kedepaan. Aku akan menghabiskan waktuku dengan Steve, pacarku. Seminggu ujian
ini membuat kita tidak bisa bertemu. Ahh.. sudah rindu sekali padanya rasanya.
“akhirnya ujian selesaiii..”ujar allen, salah satu temanku.
“haa..ayo kita makan sampe kenyaannggg...” barbar tak mau
kalah.
Semangkuk bakso sudah siap menanti. Meski sudah sering makan
bersama – sama disana dengan teman – teman, rasanya bakso kali ini berbeda,
rasanya lebih nikmat...seperti sudah bertaun – taun belum pernah makan.
Aku mulai mengangkat sendok dan garpuku, diringi dengan
teman-temanku yang bersorak riang bersama,”selamaat maakkaaannn..”
Baru aku mau mengambil satu pentol, menusuknya dengan garpuku
dan hendak memasukkannya kemulut. Telp di hape ku sudah berbunyi. Kulihat nama
di layar handphone yang ku letakkan di meja. ‘steve calling’. Meski berat
meninggalkan bakso yang akan kunikmati itu, aku mengangkatnya.
“hallo sayangg...”
“iy... hallo stevveee...” jawab ku riang.
“gimana ujiannya bisa?”
“hmm..iy lumayan..” aku sepenuhnya berbohong. Aku tak suka
ujian. Aku melaluinya dengan berfikir ‘kapan seleseinya??sehingga aku bisa
menikmati waktuku dengan steve’ tapi aku tidak mau steve tau tentang itu. Ia
terlalu khawatir bila ujianku nanti dapat nilai jelek karena dirinya.
“wah bagus klo gitu..kamu lagi ngapain ini?”
“mm..ini lagi mau makan bakso sih sama barbar dan allen,
kamu sudah makan say?”
“aku sudah.. wah aku ganggu dong?”
“nggak, sungguh.. gak papa” aku tak ingin steve menutup
telpunnya. Sedangkan teman2ku sudah mengisyaratkan aku untuk makan terlebih
dahulu, karena bila bakso itu dingin tak jadi nikmat lagi.
“oo..bener?”
“iyaa..eh bagaimana kabarmu?”
“anjingku sakit sall...”
“wahh kok bisaaa?”
“iya.. mungkin karena kemarin aku salah kasih makan..”
“klo gitu dibawa ke dokter aja..”
“hmm..iya kayaknya.. sebentar ya, kayaknya aku di cari
mama..”
“oke tha2..”
“nanti kutelepon lagi, miss u..”
“miss u too..”
Aku menutup telepon dengan tersenyum senyum sendiri.
“Pasti steve?5 menit lagi kamu telpun, mungkin mangkok mu
hanya bersisa sendok dan garpu..haha” Ellen mencoba bercanda.
Kita tertawa dan aku melanjutkan makan. Bakso ku memang
sudah dingin, rasanya sudah tidak enak. Sudah tak ada nafsu untuk
menghabiskannya. Mau gimana lagi. Masa aku makan sambil berbicara di telepon.
Bagaimana nanti bila suara ku tidak terdengar jelas bagi steve?
Teman – teman menungguku selesei makan, karena mereka sudah
selesei makan ketika aku selesei telepon. Kami makan sambil bercanda, seperti
biasa. Membayangkan waktu liburan yang indah.
Aku sudah selesei makan. Dan ketika akan membayar bakso itu,
telpunku berbunyi lagi. Dengan antusias ku angkat telponnya. Karena Aku pikir
adalah Steve.
“hallo sayanggg..” suara seorang wanita di seberang sana.
“ahh mama..”ada sedikit nada kecewa di hatiku.
“gimana ujiannya tadi bisa?” suara mama terlihat
bersemangat.
“hmm...gak bisa..” jawabku malas.
“hmm kok bisa ndak bisa?apanya yang tak bisa? Kamu bukannya
kemarin sudah belajar?”
“ahh bawel.. sudah ya ma aku sama temen – temen ini”
“nanti makan di rumah ya?mama sudah masakan makanan kesukaanmu
ini..”
“ntar aja ya.. dhaa...”
“sally..sallyy..”
Tut.tut.tut.
Aku langsung menutup telponnya. Aku lagi malas berbicara
sama mama. Pembicaraannya tidak penting.
Ellen dan Barbar memandangku heran. Anjing Steve dan makanan
kesukaan dirinya sendiri, penting mana coba?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar